Selasa, 05 Juli 2011

JURNAL AGEN HAYATI



PENGENDALIAN BIOLOGI NEMATODA Meloidogyne spp.
DENGAN JAMUR Paecilomyces fumosoroseus DAN BAKTERI
Pasteuria penetrans SERTA PENGARUHNYA
TERHADAP TANAMAN BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.)

ABSTRAK
Produksi buncis di Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Hal ini diakibatkan oleh serangan nematoda bengkak akar (Meloidogyne spp.). Kerugian akibat serangan Meloidogyne spp. pada tanaman buncis di Indonesia mencapai 41 %.
Usaha pengendalian Meloidogyne spp. dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya dengan pemanfaatan musuh alami Meloidogyne spp. yaitu Paecilomyces fumosoroseus dan Pasteuria penetrans.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pengaruh perlakuan P. fumosoroseus, P. penetrans, atau campuran keduanya terhadap indeks gall akar, jumlah telur, berat segar bagian atas tanaman, jumlah larva II Meloidogyne spp. dalam 100 ml tanah, dan hasil tanaman buncis.
Penelitian menggunakan metode percobaan dengan Rancangan Acak Kelompok, terdiri atas 8 perlakuan dan 4 ulangan Perlakuan tersebut adalah tanaman buncis diinokulasi dengan: 1). Meloidogyne spp. + P. fumosoroseus, 2). Meloidogyne spp. + Pasteuria penetrans, 3). Meloidogyne spp. + P. fumosoroseus + P. penetrans, 4). Hanya Meloidogyne spp., 5). Hanya P. fumosoroseus, 6). Hanya P. penetrans, 7). P. fumosoroseus + P. penetrans. 8). Kontrol tanpa perlakuan. Data hasil percobaan dianalisis dengan menggunakan analisis ragam.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan yang mengandung Meloidogyne spp. dan P. fumosoroseus, atau Meloidogyne spp. dan P. penetrans, atau Meloidogyne spp. ditambah P. fumosoroseus dan P. penetrans mampu menurunkan indeks gall akar, jumlah telur, dan mampu meningkatkan berat segar bagian atas tanaman, menurunkan jumlah larva II Meloidogyne spp. dalam 100 ml tanah, dan meningkatkan hasil tanaman buncis. P. fumosoroseus dan P. penetrans yang diaplikasikan bersama mampu menurunkan jumlah telur, dan jumlah larva II Meloidogyne spp. dalam 100 ml tanah, dan hasil buncis lebih tinggi dibandingkan jika diaplikasikan secara sendiri-sendiri.


PENDAHULUAN
Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu jenis kacang-kacangan yang penting bagi manusia karena buncis mengandung nutrisi yang tinggi. Dalam 100 g buncis 3 terkandung 23,58 g protein, 0,83 g lemak, dan 60,01 g karbohidrat (USDA, 1986 dikutip Singh, 1990).
Produksi buncis dunia pada tahun 1987 mencapai 14 juta ton yang dihasilkan oleh beberapa negara penghasil buncis, yaitu India 3,789 juta ton, Brazil 2,219 juta ton, Amerika Serikat 1,193 juta ton, Afrika 1,8 juta ton, dan Asia 6 juta ton (FAO, 1988 dikutip Singh, 1990).
Produksi buncis di Indonesia pada tahun 1996 baru mencapai 186.173 ton dengan luas panen 36.403 ha, sehingga hasil mencapai 5,114 ton/ha (Badan Pusat Statistik, 1996). Produksi buncis di Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain, hal ini diakibatkan oleh beberapa faktor, misalnya serangan hama dan penyakit, benih yang kurang baik, cara bercocok tanam dan penanganan pasca panen yang kurang baik (Setianingsih dan Khaerodin, 1997).
Salah satu penyakit yang menghambat produksi buncis adalah penyakit bengkak akar yang disebabkan oleh serangan nematoda bengkak akar (Meloidogyne spp.). Hadisoeganda (1990, dikutip Luc et al., 1995) melaporkan bahwa kerugian akibat serangan Meloidogyne spp. pada tanaman buncis di Indonesia mencapai 41 %. Salah satu usaha untuk mengendalian Meloidogyne spp. adalah dengan pemanfaatan musuh alaminya yaitu jamur Paecilomyces fumosoroseus dan bakteri Pasteuria penetrans. P. fumosoroseus adalah jamur yang hidup di tanah yang mampu mamparasit telur dan larva nematoda serta mampu mengurangi populasi nematode di tanah (Hui-wang &Mc Sorley, 2003). Sedangkan P. penetrans adalah prokariotik endoparasit pada larva M. incognita (Sayre dan Wergin, 1977 dalam Dube dan Smart, 1987). Spora-spora P. penetrans menyerangkutikula larva tingkat kedua dalam tanah mengakibatkan nematoda betina sakit dan reproduksinya menurun atau tidak terjadi pada semua nematoda dewasa (Mankau, 1980 dalam Dube dan Smart, 1987).
Aplikasi P. fumosoroseus dan P. penetrans secara bersama-sama dapat menurunkankepadatan populasi Meloidogyne incognita dan mengakibatkan pertumbuhan tanaman lebih baik pada tanaman tomat, cabai, kedelai, tembakau (Dube dan Smart, 1987). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana keefektifan kedua musuh alami Meloidogyne spp. tersebut terhadap indeks gall akar, jumlah telur, berat segar bagian atas tanaman, jumlah larva II Meloidogyne spp. dalam 100 ml tanah, dan hasil tanaman buncis.

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah : benih kacang buncis kultivar ‘Lebat’, tanah yang telah dipasteurisasi, inokulum nematoda (Meloidogyne spp.) dari tanaman tomat asal Lembang, isolat jamur Paecilomyces fumosoroseuss dan isolat bakteri Pasteuria penetrans yang berasal dari koleksi laboratorium Fitopatologi, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Unpad, biji jagung, kantong plastik, dan potato dextrose agar untuk membiakan jamur.
Alat-alat yang digunakan sebagai berikut : pot plastik dengan diameter 21 cm, saringan nematoda berdiameter pori 750 m, 50 m, 35 m, 5 m, timbangan, mikroskop binokuler, haemasitometer, ‘counting dish’, ‘hand counter’, pipet, pisau, timbangan elektrik, labu ukur, cawan, tabung reaksi, dan oven, autoklaf.

Metode
Penelitian menggunakan metode percobaan dengan Rancangan Acak Kelompok, terdiri atas delapan perlakuan, masing-masing diulang empat kali. Delapan perlakuan tersebut adalah tanaman buncis diinokulasi dengan : 1). Meloidogyne spp. + Paecilomyces fumosoroseus, 2) Meloidogyne spp. + Pasteuria penetrans, 3) Meloidogyne spp. + P. fumosoroseus + P. penetrans, 4) Hanya Meloidogyne spp., 5) Hanya P.fumosoroseus, 6) Hanya P. penetrans, 7) P. fumosoroseus + P. penetrans, 8) Kontrol tanpa perlakuan. Setiap pot percobaan ditanami dengan 2 biji buncis, kemudian diinokulasi dengan P. fumosoroseus, P. penetrans, dan telur Meloidogyne spp. sesuai dengan perlakuan yang ditetapkan.
Variabel respons yang ditetapkan adalah indeks gall akar, jumlah telur per system akar, jumlah larva II Meloidogyne spp. dalam 100 ml tanah, berat segar bagian atas tanaman buncis. Data semua variabel dikumpulkan pada saat tanaman mulai berbunga (33 hari setelah tanam). Dalam penelitian ini digunakan 32 pot percobaan untuk pengamatan destruktif dan
32 pot percobaan lagi untuk pengamatan hasil panen. Data hasil panen buncis dikumpulkan pada periode panen (48 – 85 hari setelah tanam) dan data jumlah larva II Meloidogyne spp. dalam 100 ml tanah ditentukan pada akhir musim.
Data hasil percobaan dianalisis dengan menggunakan analisis ragam. Untuk menguji keragaman digunakan Uji F dan untuk menguji perbedaan antara rata-rata perlakuan digunakan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %.

Pelaksanaan Percobaan
Penanaman Buncis
Media tanam yang digunakan adalah tanah yang telah dipasteurisasi selama 3 jam. Media tanam tersebut, sebanyak 2000 ml dimasukkan ke dalam pot plastik berdiameter 21 cm. Kemudian setiap pot percobaan ditanami dengan 2 biji buncis dengan jarak tanam masing-masing 5 cm dari pusat pot.

Persiapan inokulasi jamur Paecilomyces fumosoroseus
Isolat jamur P. fumosoroseus dibiakkan dan disebarkan pada biji-biji jagung yang telah diautoklaf. Biji jagung seberat 100 g masing-masing diletakkan dalam empat botol Erlenmeyer 500 ml dan direndam semalam dalam air. Kemudian air dialirkan dan masing6 masing botol ditutup dengan kapas dan disterilisasi dalam autoklaf selama 15 menit pada 1,5 atm. Setelah botol dan isi ddiinginkan, P. fumosoroseus sebagai mycelial yang telah ditumbuhkan pada PDA ditambahkan secara aseptik pada dua botol, dan dua botol lain disiapkan sebagai kontrol tanpa diinokulasi. Botol-botol diinkubasi pada 25 – 30 oC selama 10 hari dan dikocok secara periodik supaya jamur menyebar lebih baik dan mencegah biji-biji melekat bersama. Empat g biji jagung terinfeksi jamur mengandung 4 x 107 konidia ditambahkan pada semua perlakuan yang mengandung P. fumosoroseus (perlakuan 1, 3, 5, 7) dan dimasukkan ke dalam tanah (Dube & Smart, 1987).

Persiapan inokulasi bakteri Pasteuria penetrans
Akar tomat seberat 1,5 g yang telah ditumbuk dan dikeringkan, dan tanaman tersebut telah ditanam pada tanah yang terinfestasi berat oleh Meloidogyne spp. dan P. penetrans (Stirling, 1984 dalam Dube dan Smart, 1987) ditambahkan pada semua perlakuan yang mengandung P. penetrans (perlakuan 2, 3, 6, 7) dan dicampur dengan tanah. Semua perlakuan tanpa P. fumosoroseus (perlakuan 2, 4, 6, 8) diberi 25 g biji jagung yang telah disteril bebas jamur.

Persiapan inokulasi Meloidogyne spp.
Inokulum Meloidogyne spp. diperoleh dengan cara mengekstraksi telur dari akar tanaman tomat yang berumur 6 – 12 minggu yang terinfeksi oleh Meloidogyne spp. Telur dikumpulkan dan digunakan sebagai inokulum. Selanjutnya dilakukan penghitungan jumlah telur per ml suspensi nematoda atau standarisasi jumlah telur per unit volume (Barker et al., 1985). Sebanyak 10 ml suspensi yang mengandung 2000 telur Meloidogyne spp. Digunakan sebagai inokulum pada perlakuan 1, 2, 3, dan 4. Inokulasi dilakukan dengan menuangkan inokulan ke dalam sebuah lubang yang dalamnya kira-kira 5 cm dan terletak di pusat tiap pot. Kemudian lubang diisi dengan tanah yang telah dipasteurisasi dan tanaman disiram dengan air 7 (Ali et al., 1981). Telur Meloidogyne spp. diinokulasikan segera setelah penambahan inokulum jamur dan bakteri pada saat benih buncis ditanam di dalam pot.
Pemeliharaan Tanaman
Tanaman buncis dipelihara di dalam rumah kaca, disiram dengan air sesuai dengan kapasitas lapang (220 ml air per pot setiap 2 hari), dipupuk, dilakukan pengendalian hama, dan dipanen. Tanaman umur 7 hari diberi lanjaran setinggi 200 cm dari permukaan tanah. Pemupukan dilakukan dua tahap, yaitu pada saat tanaman berumur 15 hari setelah tanam dan 35 hari setelah tanam. Pupuk yang digunakan pada setiap tahap adalah Urea 50 kg /ha (0,5 g/ pot), TSP 150 kg/ ha (1,5 g/ pot ), dan KCl 100 kg/ ha (1,0 g/ pot ). Pupuk dimasukkan ke dalam lubang sedalam 5 cm dan jarak antara lubang pupuk dengan tanaman adalah 5 - 10 cm. Pengendalian hama dan gulma dilakukan secara mekanik dengan tangan.

Variabel Respons
Variabel respons yang ditetapkan, yaitu indeks gall akar, jumlah telur per system akar, jumlah larva II Meloidogyne spp. dalam 100 ml tanah, berat segar bagian atas tanaman, dilakukan pada saat tanaman mulai berbunga (33 hari setelah tanam). Tanaman percobaan dicabut secara hati-hati, akar diambil, dicuci hingga bersih, dihitung indeks gall akar. Indeks gall akar menggunakan skala 1 – 5 dengan kategori sebagai berikut: 1 = tanpa gall, 2 = 1 – 25 % akar dengan gall, 3 = 26 – 50 % akar dengan gall, 4 = 51 – 75 % akar dengan gall, dan 5 = lebih dari 75 % akar dengan gall. Jumlah larva II Meloidogyne spp. dalam 100 ml tanah dihitung dari hasil ekstraksi tanah dengan metode corong Baermann. Data hasil panen tanaman buncis diperoleh pada periode panen (48 – 85 hari setelah tanam) dan data jumlah larva II Meloidogyne spp. Dalam 100 ml tanah dihitung pada akhir musim, ditentukan dari 100 ml tanah yang dicampur dari 6 subsampel diambil secara acak dari tiap plot dan diproses dengan metode corong Baermann.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Indeks gall akar dan jumlah telur Meloidogyne spp.
Dari hasil percobaan ini diketahui bahwa jika digunakan parameter indeks gall, maka pemberian perlakuan mikrob biokontrol terhadap Meloidogyne, yaitu P. penetrans dan P. fumosoroseus, baik secara mandiri maupun gabungannya, tidak menunjukkan adanya perbedaan. Ketiga perlakuan tersebut masing-masing menghasilkan indeks gall akar 2 (Tabel 1). Indeks gall akar ketiga perlakuan tersebut lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan kontrol, yaitu perlakuan inokulasi dengan Meloidogyne spp., yang menghasilkan indeks gall akar 4. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa skoring berat serangan Meloidogyne berdasarkan indeks gall dapat dikatakan kurang akurat jika digunakan untuk penelitian skala rumah kaca.
Tabel 1. Indeks Gall Akar, dan Jumlah Telur Meloidogyne spp. Pada Tanaman Buncis
Akibat Pengaruh Paecilomyces fumosoroseus dan Pasteuria penetrans

No.
Perlakuan
Indeks gall akar
Jumlah telur
1.
Meloidogyne spp. + Paecilomyces fumosoroseus
2
32,25 b
2.
Meloidogyne spp. + Pasteuria penetrans
2
30,00 bc
3.
Meloidogyne spp. + P.fumusoroseus + P.penetrans
2
32,25 c
4.
Hanya Meloidogyne spp.
4
40,75 a
5.
Hanya P.fumosoroseus
1
-
6.
Hanya P.penetrans
1
-
7.
P.fumosoroseus + P.penetrans
1
-
8.
Kontrol tanpa perlakuan
1
-

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama dalam tiap kolom tidak berbeda nyata menurut uji jarak berganda duncan pada taraf 0,5 %.
-Indeks gall akar (1= tanpa gall, 2= 1-25 %, 3= 26-50 %, 4= 51-75 %, 5=lebih dari 75 % akar bergall)
-Jumlah telur per sistem akar.
Sementara itu, jika jumlah telur Meloidogyne spp. digunakan sebagai indikator, maka nampak bahwa pemberian mikrob patogenik secara nyata mampu menekan jumlah telur Meloidogyne spp. yang dihasilkan jika dibandingkan dengan perlakuan kontraol (tanaman yang hanya diinokulasi dengan nematoda Meloidogyne). Jumlah telur yang paling sedikit diperlihatkan oleh perlakuan gabungan antara jamur P. fumosoroseus dengan bakteri P. penetrans.
Jumlah telur Meloidogyne yang paling sedikit diperlihatkan oleh perlakuan dengan pengaplikasian jamur P. fumosoroseus dan P. penetrans, yaitu hanya 23,25 butir, yang berbeda sangat nyata jika dibandingkan dengan perlakuan Meloidogyne (40,75 butir). Hal inidapat  dimengerti karena pada perlakuan ini terjadi dua mekanisme yang saling menguatkan. P. penetrans menginfeksi tubuh nematoda, sementara P. fumosoroseus menginfeksi telur yang dihasilkannya. Dengan demikian, jumlah larva yang akan menjadi nematoda betina dewasa berkurang karena adanya infeksi P. penetrans, sementara jika ada larva yang bertahan hidup dan menghasilkan telur, maka telurnya kemudian diparasiti oleh P. fumosoroseus. Menurut Jatala et al., (1980), jamur P. fumosoroseus merupakan spesial parasit telur, sementara bakteri
P. penetrans adalah parasit yang harus menginfeksi tubuh nematoda (Mankau, 1980). Hal ini pula yang menjelaskan mengapa jumlah telur pada perlakuan dengan P. penetrans berada di antara jumlah telur pada perlakuan P. fumosoroseus dan perlakuan gabungannya.

Berat segar bagian atas tanaman dan hasil buncis
Dari hasil percobaan juga menunjukkan bahwa berat segar bagian atas tanaman untuk semua perlakuan yang diuji tidak berbeda satu sama lain (Tabel 2). Hal ini kembali mendukung pernyataan Sunarto dkk (1998) dan Suganda (1999) yang menyatakan bahwa berbeda dengan negara-negara beriklim sedang, di Indonesia, akibat infeksi oleh nematode Meloidogyne spp. pada tanaman tomat, jarang memperlihatkan penurunan produksi tanaman bagian di atas tanah (kanopi). Yang mereka jumpai hanyalah terjadi penurunan produksi buah tomat.
Tabel 2. Berat Segar Bagian Atas Tanaman dan Hasil Buncis Akibat Pengaruh
Paecilomyces fumosoroseus dan Pasteuria penetrans


No.
Perlakuan
Berat segar bagian atas tanaman per tanaman (g)
Hasil buncis per tanaman (g)
1.
Meloidogyne spp. + Paecilomyces fumosoroseus
3,300 a
23,225 f
2.
Meloidogyne spp. + Pasteuria penetrans
3,645 a
25,850 e
3.
Meloidogyne spp. + P.fumusoroseus + P.penetrans
3,795 a
28,025 d
4.
Hanya Meloidogyne spp.
3,195 a
14,375 g
5.
Hanya P.fumosoroseus
3,748 a
32,800 b
6.
Hanya P.penetrans
3,798 a
33,825 ab
7.
P.fumosoroseus + P.penetrans
3,945 a
34,850 a
8.
Kontrol tanpa perlakuan
3,600 a
30,875 c

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama dalam tiap kolom tidak berbeda nyata menurut uji jarak berganda duncan pada taraf 0,5 %.

Hal serupa juga ditemui pada kasus tanaman buncis. Data pada Tabel 2 juga mengindikasikan bahwa walaupun berat segar bagian atas tanaman buncis tidak menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna, namun jika dilihat dari produksi buncis per tanaman tampak adanya perbedaan yang nyata. Infeksi nematoda Meloidogyne spp. secara nyata menyebabkan rendahnya produksi buncis (hanya 14,375 g). Adanya pemberian mikrob biokontrol P. fumosoroseus dan P. penetrans secara nyata dapat meningkatkan hasil buncis dibandingkan dengan jika Meloidogyne tidak dikendalikan. Produksi buncis pada perlakuan P. fumosoroseus lebih tinggi 161,56 %, perlakuan dengan P. penetrans lebih tinggi 179,82 %, sedangkan pada perlakuan kombinasi kedua mikrob biokontrol adalah 194,95 % terhadap produksi tanaman yang terinfeksi Meloidogyne spp. Yang menarik untuk dicermati dari data pada Tabel 2 adalah bahwa pemberian mikrob biokontrol tanpa adanya nematode Meloidogyne ternyata mampu meningkatkan produksi buncis, yang hasilnya ternyata secara bermakna lebih tinggi dibandingkan dengan produksi buncis pada perlakuan kontrol yang tidak diberi perlakuan apa pun. Nampaknya, kehadiran mikrob biokontrol turut berperan dalam meningkatkan produksi buncis tanpa kehadiran Meloidogyne. Mekanisme penyebabnya belum dapat diketahui.
Adanya peningkatan hasil buncis sebagai akibat penekanan Meloidogyne spp. sejalan dengan yang dilaporkan oleh Dube & Smart (1987) bahwa penggunaan jamur Paecilomyces lilacinus untuk mengendalian Meloidogyne pada tanaman kedele meningkatkan hasil sebanyak 172 %. Sementara Stirling (1984) melaporkan bahwa produksi kedele yang diberi perlakuan P. penetrans mampu menekan serangan M. javanica dan meningkatkan hasil kedele sebesar 212 %. Jata et al., (1979) juga melaporkan adanya peningkatan hasil kentang dengan pengaplikasian jamur P. lilacinus terhadap M. incognita dan Globodera pallida.

Jumlah larva II Meloidogyne spp. di dalam tanah
Jumlah larva II Meloidogyne spp. dalam tanah menunjukkan kecenderungan menurun dari pertengahan musim sampai akhir musim tanam pada perlakuan yang mengandung Meloidogyne spp. dengan satu atau kedua organisme biokontrol, tetapi cenderung meningkat pada perlakuan yang mengandung hanya Meloidogyne spp. (Tabel 3).
 P. fumosoroseus mampu menurunkan jumlah larva II Meloidogyne spp. dalam tanah.
Hal ini sesuai dengan Jatala et al. (1981) bahwa Paecilomyces lilacinus memiliki kemampuan menurunkan kepadatan populasi M. incognita dan tanpa reaplikasi jamur.

Tabel 3. Jumlah Larva II Meloidogyne spp. Dalam 100 ml Tanah Akibat Pengaruh
Paecilomyces fumosoroseus dan Pasteuria penetrans

No.
Perlakuan
Jumlah larva II Moloidogyne spp. Dalam 100 ml tanah
Pertengahan musim
Akhir musim
1.
Meloidogyne spp. + Paecilomyces fumosoroseus
375,50 b
299,00 b
2.
Meloidogyne spp. + Pasteuria penetrans
83,75 c
62,75 c
3.
Meloidogyne spp. + P.fumusoroseus + P.penetrans
37,75 c
31,75 c
4.
Hanya Meloidogyne spp.
543,5 a
598,5 a
5.
Hanya P.fumosoroseus
-
-
6.
Hanya P.penetrans
-
-
7.
P.fumosoroseus + P.penetrans
-
-
8.
Kontrol tanpa perlakuan
-
-

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama dalam tiap kolom tidak berbeda nyata menurut uji jarak berganda duncan pada taraf 0,5 %.
-Pertengahan musim (33 hari setelah tanam)
-Akhir musim (85 hari setelah tanam)

Jumlah larva II Meloidogyne spp. dalam tanah menurun setelah panen buncis. Hal ini sesuai dengan penelitian Dube & Smart (1987) bahwa penurunan kepadatan populasi Meloidogyne spp.mungkin akibat kekurangan tanaman inang.. P. lilacinus menyerang telurtelur dan kadang kadang dewasa betina dan karena itu akan menurunkan kepadatan populasi nematoda.

KESIMPULAN
Perlakuan yang mengandung Meloidogyne spp. dan Paecilomyces fumosoroseus, atau Meloidogyne spp. dan Pasteuria penetrans, atau Meloidogyne spp. ditambah P. fumosoroseus dan P. penetrans mampu menurunkan indeks gall akar, jumlah telur, jumlah larva II Meloidogyne spp. di dalam tanah, dan mampu meningkatkan berat segar bagian atas tanaman, dan hasil tanaman buncis. P. fumosoroseus dan P. penetrans yang diaplikasikan bersama mampu menurunkan jumlah telur, dan jumlah larva II Meloidogyne spp. di dalam tanah, dan hasil buncis lebih tinggi dari pada jika diaplikasikan sendiri-sendiri.

UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Rektor Universitas Padjadjaran yang telah membiayai penelitian ini melalui bantuan dana Universitas Padjadjaran. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Prof. Tarkus Suganda, Ir., M.Sc., Ph.D., yang telah menelaah naskah ini.


DAFTAR PUSTAKA
Ali, M.A., I.Y. Trabulasi, and M.E. Abd-Elsamea, 1981. Antagonistic interaction between Meloidogyne incognita and Rhizobium leguminosarum on Cowpea. Plant Dis 65 : 432-435.

Badan Pusat Statistik, 1996. Produksi Tanaman Sayuran dan Buah-buahan di Indonesia.
Badan Pusat Statistik. Jakarta. Indonesia.

Barker, K.R., C.C. Carter and J.N. Sasser, 1985. An Advance Treatise on Meloidogyne. Volume II : Methodology. North Carolina State University Graphica. p. 223.

Dube, B.D. and G.C. Smart, 1987. Biological Control of Meloidogyne incognita by Paecilomyces lilacinus and Pasteuria penetrans. In Journal of Nematology 19 (2) : 222-227. The Society of Nematologists.
Hui-wang, K. and R. McSorley, 2003. Nematophagous Fungi. University of Florida, Department of Entomology. USA. Available on-line at http//agroecology.ifas.ufl.edu/. Diakses tanggal 7 Juli 2006.

Jatala, P., R. Kaltenbach, M. Bokangel, 1979. Biological control of Meloidogyne incognita and Globodera pallida on potatoes. Journal of Nematology 11 :303

Jatala, P., R. Kaltenbach, M. Bokangel, A.J. Devaux, and R. Campos, 1980. Field application of Paecilomyces lilacinus for controlling Meloidogyne incognita on potatoes. Journal of Nematology 12 : 226-227

Jatala, P., R. Salas, R. Kaltenbach, and M. Bokangel, 1981. Multiple applicationand long term effect of Paecilomyces lilacinus in controlling M. incognita under field conditions. Journal of Nematology 13 : 445.

Luc, M., R.A. Sikora, and J. Bridge, 1995. Nematoda Parasitik Tumbuhan di Pertanian Subtropik dan Tropik. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 838 hal.

Mankau, R., 1980. Biological control of nematode pests by natural enemies. Annual Review of Phytopathology 128 : 415-440.

Setianingsih T dan Khaerodin, 1997. Pembudidayaan Buncis Tipe Tegak dan Merambat. Penebar Swadaya. Jakarta. 63 hal.

Singh, 1990. Insect Pest of Tropical Food Legum. John Willey & Sons. Chichester, New York, Brisbane, Toronto, Singapore

 Stirling, G.R., 1984. Biological control of Meloidogyne javanica with Bacillus penetrans. Phytopathology 74 : 55-60.

Stirling, G.H., 1992. Biological Control of Plant Parasitic Nematodes. In Disease of Nematodes Vol. II Editor G.O. Poinar, Jr and H.B. Jansson, CRC Press, Inc. Boca Raton, Florida.

Suganda, T. 1999. Natural chitinous amendment for controlling root-knot nematode (Meloidogyne spp.) of tomato. Jurnal Agrikultura 10:17-21.

Sunarto, T., A. Purnama, H.C. Nasahi dan T. Suganda. 1998. Pengujian potensi kulit kayu albasia, mahoni, pinus, dan suren dalam mengendalikan nematode bengkak akar. J. Agrikultura 9:54-59.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar